November 28, 2009

Renungan: Selalu Baru Tiap Pagi

Ratapan 3 : 21 - 24

3:21 Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap:

3:22 Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya,

3:23 selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!

3:24 "TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya.


Selalu baru tiap pagi

Kalau kita bangun pagi, dengan perasaan enak, sebelum ke kantor, di saat kita merasa segala sesuatunya berjalan dengan baik, maka dengan senang kita akan mengatakannya dengan penuh penghayatan “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmatNya, selalu baru tiap pagi, besar kesetiaanMu” Tapi sebenarnya syair atau puisi ini adalah sebuah ratapan sebuah jeritan yang kalau disuarakan, pastilah sesuatu yang menyayat hati. Jeritan dan ratapan ini diungkapkan karena melihat Yerusalem hancur, atau lebih tepatnya dibiarkan Allah dihancurkan. Padalah kota ini adalah kota yang didalamnya Allah berkenan, kota yang Allah kuduskan untuk diriNya, yang menjadi sentral umat Allah untuk menyembah Dia.

Tapi perhatikan apakah yang Yeremia lihat dalam penderitaan itu dan apa yang dia pikirkan yang kemudian membuat dia bisa berharap ditengah penderitaannya. Yeremia mengatakan di ayat 21 “tapi hal-hal inilah yang kuperhatikan”, atau “This I call to mind”. Seringkali kalau kita lagi susah, yang kita ingat adalah kesusahan yang lain, sehingga kita makin merasa terpuruk. Apa yang muncul dalam pikiran kita ketika penderitaan itu datang. Ingatan itu adalah anugrah. Bersyukurlah ketika anda masih bisa mengingat sesuatu dalam hidup anda. Yeremia mengingat: “tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmatNya”

Yeremia berbicara hal yang paling mendasar tentang siapa Allah baginya. Dia berharap pada Allah karena dia tahu ada sumber yang tidak habis-habis. Kita sering mengandalkan sumber daya yang kita punya: mungkin kita bisa optimis memasuki tahun ini, karena keuangan kita sedang bagus, pekerjaan kita juga sedang lancar-lancarnya,dan kondisi seakan dapat kita control dengan baik. Kalau seperti ini cara pikir kita, dan hal-hal yang bersifat materi yang membuat kita optimis, maka ketika semua itu makin berkurang, atau bahkan semua diambil dari anda, maka hilang juga optimisme kita dan runtuh juga seluruh kepercayaan kita.

Tapi Yeremia melihat sumber optimis hidupnya bukan dari apa yang dia punya, tapi dari apa yang Allah punya! Apa yang kita punya akan habis seperti debu dan abu, tapi apa yang Allah punya tidak akan ada habisnya. KasihNya tidak berkesudahan, rahmatNya tidak akan habis. Dalam bahasa aslinya rahmat memiliki akar kata yang sama dengan ‘rahim’. Kehidupan seorang bayi dimulai dari rahim, yang menyediakan segala kebutuhan sang bayi. Berarti rahmat ini, berasal dari Allah yang menjadikan, yang menyediakannya. Allah adalah sumber rahmat. Dan rahmat Tuhan tidak mungkin gagal didalam memelihara dan menopang hidup kita. Inilah sumber optimism kita menghadapi hari-hari yang baru di depan kita. Jangan pernah mengandalkan apa yang kita punya, apalagi apa yang orang punya, tapi apa yang Allah bisa kerjakan bagi kita.

Dari sumber yang tidak habis-habis ini, yang tidak berkesudahan ini, maka Yeremia dapat melihat hidup kesehariannya adalah pemeliharan Tuhan, dari hari ke hari. Pagi hari adalah tanda bahwa kita baru saja melewati malam yang gelap. Pada malam hari ktia terbatas, tidak banyak yang bisa kita perbuat. Pada malam hari kita tidak bekerja, kita tidur, dan pada saat kita tidur Allah bekerja memelihara. Orang Jahudi menghayati “pagi hari” sebagai moment khusus untuk berdoa,dan sebagai imam Yeremia sangat menghayati arti pagi sebagai waktu khusunya berdoa dihadapan Tuhan. Makna ini lebih prinsip dari sekedar makna harafiah “pagi” karena rahmat Tuhan tersedia pagi siang dan malam. Tapi Rahmat Tuhan itu hanya terjadi dalam hubungan kita yang erat dengan Allah.

Temans, hadapi hari ini dengan optimis; sumbernya hanya ada pada Tuhan.

November 26, 2009

Renungan: Cerdas melihat Orang

Matius 7:15-20

(15) Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.

(16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?

(17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.

(18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik.

(19) Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.

(20) Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.



Kita seringkali terpesona dengan penampilan seseorang, bahkan kita mengukur seseorang itu dari penampilan luarnya; baik itu tutur katanya, sikapnya, sampai cara berpakaiannya. Memang ini sudah menjadi ciri manusia yang senang sekali melihat penampakan luar, karena memang cara melihat seperti itu lebih gampang. Padahal cara melihat seperti itu adalah tidak cerdas, bahkan Tuhan memperingatkan kita bahwa cara melihat yang seperti ini bisa membut kita terjerat oleh pengajaran yang sesat yang dibawa oleh guru-guru sesat.

Semua ajaran-ajaran sesat di dalam Kekristenan muncul dan berawal dari orang-orang tertentu yang memang punya wibawa, sanggup merekrut orang, mempesona banyak orang baik dengan perkataannya, konsep yang dia bawa, dan juga cara dia menyampaikan. Penyesat dan guru-guru palsu selalu ada di sekitar kita. Tuhan Yesus memberikan beberapa ciri-ciri khas dari mereka:

Pertama, ayat 15 mengatakan “nabi-nabi palsu yang datang padamu”; Ini menunjukkan sifat mereka yang persuasive, mereka mendatangi kita, mereka sebenarnya mudah ditemui dan banyak. Guru-guru palsu akan membuat kemudahan-kemudahan buat kita, hanya supaya kita ikut mereka.

Kedua, mereka datang dengan menyamar: bahkan mengambil rupa binatang yang sama sekali paling tidak berbahaya: domba. Orang kalau mau menyesatkan kita tentu mereka akan datang dalam bentuk yang membuat kita sangat nyaman. Tidak mungkin mereka menakut-nakuti kita. Dia tidak akan menunjukkan taringnya, tapi bulunya yang halus, karena penyamaran selalu diperlukan untuk menutupi kebobrokan atau menutupi maksud yang jahat.

Ketiga, karena ini samaran, tentu ciri khas guru palsu dan penyesat adalah, hidup mereka yang penuh kemunafikan. Sebuah kepura-puraan akan sulit dijalankan dalam waktu yang lama dan terus menerus. Sehebat-hebatnya serigala menyamar jadi domba akan ada waktunya dia capek menjadi domba dan taringnya akan keluar ketika melihat daging enak.

Tuhan mengajak kita cerdas melihat penyesat dengan memperhatikan “buahnya”. Buah disini berarti sesuatu yang dihasilkan orang tersebut. Ini bisa berupa sikap, kata-kata, dan motivasi. Tipikal penyesat pada mulanya akan memikirkan orang yang diajaknya. Tapi lama-kelamaan seorang penyesat akan meninggikan dirinya. Meninggikan diri, menguntungkan diri, dan pemujaan diri, menjadi ciri khas orang penyesat. Buah dari orang penyesat bukan saja meninggikan diri mereka sendiri, tapi juga menjauhkan kita dari kebenaran Allah. Berbeda dengan Guru-guru sejati, yang akan makin tenggelam didalam kemuliaan Tuhan, sampai mereka-pun sudah tidak kelihatan lagi karena yang orang lihat hanya Tuhan, bukan orangnya.

Mari kita belajar menjadi lebih pintar dalam menghadapi dunia kita yang selalu diisi dengan orang-orang yang berusaha menyesatkan kita. Mungkin dia tidak tampil sebagai pengkhotbah, pemimpin religius, atau orang dewasa. Tapi dia muncul sebagai teman yang paling enak engkau ajak bicara. Kita harus cerdas menyikapi teman-teman seperti ini: lihat buahnya! Apakah dia mengasihi dengan tulus, apakah dia memiliki kemunafikan yang dia tahan-tahan, dan yang lebih penting lagi: apakah bersamanya engkau menjadi orang yang justru lebih dekat dengan Tuhan? Atau malah engkau makin menjauh dari Tuhan karena pengaruhnya yang kuat?

November 20, 2009

Renungan: Miskin tapi Kaya dalam Kemurahan

2 Korintus 8:1-5

(1) Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu tentang kasih karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia.

(2) Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan.

(3) Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka.

(4) Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus.

(5) Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami.



Banyak orang berpikir, memberi mungkin adalah hal yang mudah selama mereka memiliki banyak. Kalau kita sendiri tidak cukup materinya, apa yang mau di beri? Begitu mungkin perhitungannya. Tapi kenyataannya orang yang punya banyak kelimpahan harta justru seringkali merasa sulit untuk memberi. Karena mereka berpikir bahwa setiap orang harusnya mendapatkan apa yang mereka upayakan sendiri; tidak bekerja berarti tidak mendapatkan, sehingga memberi begitu saja kepada pihak lain, adalah sesuatu yang tidak benar. Perhitungan semacam ini membuat di pihak lain kalaupun orang memberi, maka biasanya mereka mengharapkan imbalannya seperti pengakuan di depan orang banyak. Sesungguhnya memberi itu bukan pekerjaan mudah dan tidak semata hanya masalah kita punya atau tidak punya sesuatu untuk diberi. Dibutuhkan lebih dari harta atau materi untuk membuat seseorang sanggup memberi dengan benar.

Paulus sedang menggalang dana diantara gereja-gereja non-Yahudi yang dilayaninya untuk membantu Gereja Yerusalem. Bantuan kepada gereja Yerusalem ini tidak bisa hanya dilihat sebagai makna “bantuan secara materi” belaka, tapi ada makna yang lebih mendalam. Paulus mendorong orang Korintus melihat bahwa pemberian ini juga bermakna adanya koneksi gereja-gereja non-Yahudi kepada gereja Yerusalem yang merupakan “gereja asal” dari mana pengabaran injil disebarkan secara luas. Sehingga orang-orang Korintus juga harus melihat bahwa kesempatan membantu ini menunjukkan bahwa mereka adalah sama-sama umat Tuhan dan tidak ada perbedaan antara Yahudi dan non Yahudi. Paulus mendorong orang Korintus untuk menolong Gereja Yerusalem dengan cara menceritakan bagaimana orang Makedonia telah memberi dengan berkelimpahan.

Ada beberapa kualitas yang dimiliki orang Makedonia. Orang Makedonia memang banyak terdiri dari masyarakat miskin dan hidup penuh penderitaan, tapi mereka memiliki kasih karunia yang dianugerahkan Tuhan sehingga mereka dapat memberi. Bahkan di dalam kekurangan, mereka dapat memberi melampaui kemampuan mereka. Orang Makedonia tidak perlu di desak-desak, karena mereka memberikan dalam kerelaan dan justru inisiatifnya datang dari mereka sendiri. Tidak disebutkan seberapa besar jumlah yang sudah mereka berikan, karena memang Paulus tidak menekankan soal jumlah, tapi menekankan semangat mereka dalam memberi yang berlawanan dengan kenyataan bahwa mereka hidup miskin.

Paulus menyebut orang Makedonia “miskin tapi kaya dalam kemurahan”. Kekayaan yang berharga memang bukanlah uang atau materi. Kemurahan hati adalah sebuah kekayaan, bahkan kekayaan yang dimiliki orang Makedonia adalah kemurahan yang diletakkan Tuhan sebagai anugrah di hati mereka. Kekayaan ini membuat mereka tidak bisa diam ketika melihat gereja Yerusalem membutuhkan pertolongan. Kekayaan ini membuat mereka sebenarnya bukan hanya menyerahkan ‘materi’, tapi juga diri mereka sendiri. Orang boleh saja kaya secara materi, tapi jangan sampai hatinya miskin dan sulit, bahkan tidak sanggup memberi. Orang yang sudah mengalami kasih dan kemurahan Tuhan dalam hatinya adalah orang yang kaya dalam kemurahan; mereka tidak akan diam saja, tapi akan selalu giat dalam memberi.

Sahabat , apakah engkau orang yang kaya dalam kemurahan?

November 13, 2009

Renungan: He Loves Me

Hosea 3 : 1 - 5

3:1 Berfirmanlah TUHAN kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti TUHAN juga mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah lain dan menyukai kue kismis."

3:2 Lalu aku membeli dia bagiku dengan bayaran lima belas syikal perak dan satu setengah homer jelai.

3:3 Aku berkata kepadanya: "Lama engkau harus diam padaku dengan tidak bersundal dan dengan tidak menjadi kepunyaan seorang laki-laki; juga aku ini tidak akan bersetubuh dengan engkau."

3:4 Sebab lama orang Israel akan diam dengan tidak ada raja, tiada pemimpin, tiada korban, tiada tugu berhala dan tiada efod dan terafim.

3:5 Sesudah itu orang Israel akan berbalik dan akan mencari TUHAN, Allah mereka, dan Daud, raja mereka. Mereka akan datang dengan gementar kepada TUHAN dan kepada kebaikan-Nya pada hari-hari yang terakhir.


He loves me

“Love” di jaman ini sudah menjadi barang usang. Tema “cinta” telah dituangkan dalam bentuk media apa saja: buku, lagu, film, photografi dan lain sebagainya. Cinta menjadi hal yang sangat umum dibicarakan dan mudah juga diungkapkan. Cinta menjadi sekedar rasa dan pengalaman, tapi tidak ada tanggung jawab, penghormatan dan komitmen dimana hal-hal itu sudah mulai ditanggalkan dalam arena cinta. Di mimbar-mimbar gereja, khotbah tentang kasih juga sudah semakin hambar di telinga jemaat, yang ketika mendengarnya akan mengatakan “itu aku sudah tahu…”. Walau tema kasih adalah tema yang popular dikhotbahkan, herannya manusia paling susah belajar tentang kasih. Kita melihat sedikit orang yang punya kasih yang tulus, lebih banyak orang jahat yang hatinya tidak lurus.
Kita boleh saja bilang tema kasih itu sudah semakin usang, bahkan kita mungkin semakin skeptis tentang kasih. Tapi Alkitab memperlihatkan bahwa Allah adalah Allah yang mengasihi manusia. Bahkan “kasih” adalah sifat Allah yang paling jelas dan sering disebut tentang diriNya. Aneh bukan? Apa yang mulia dan kudus, bahkan yang melekat pada Allah sebagai sifatNya yang kudus telah menjadi usang dalam realita manusia. Padahal kasih adalah sifat yang Ilahi, namun dalam dunia kita, hal itu sudah semakin kabur maknanya.

Begitu pentingnya pelajaran tentang Kasih, sampai-sampai Hosea harus menjelaskan tentang kasih Allah bukan dengan khotbah, tapi dengan suatu gambaran yang hidup: yaitu pengalamannya sendiri. Allah memerintahkan Hosea untuk “membeli” istrinya atau menebus istrinya sendiri dari rumah persundalan. Jadi perempuan ini sudah pernah lari dari Hosea, namun Allah memerintahkan Hosea untuk mencarinya lagi. Disini Hosea sedang menggambarkan Allah yang mengasihi orang Israel yang berkali-kali juga sudah mengkhianati Tuhan dan berpaling dariNya. Mengasihi seseorang yang tidak mengasihi kita dan bahkan tidak layak menerima kasih, tentu sangat menyakitkan. Tapi memang itulah yang Allah lakukan pada orang Israel. Berkali-kali bangsa ini berubah hatinya menyembah dan menyerahkan diri pada dewa-dewa, tapi Allah tetap mencari dan melepaskan mereka untuk kembali padaNya lagi. Semua itu semata hanya karena Allah mengasihi Israel.

Dalam hidup kita banyak orang yang mulanya mengasihi kita dan memberikan kebahagiaan pada kita, tapi dalam perjalanannya kemudian berubah dan tidak mengasihi lagi. Manusia memang mudah sekali menyerah dan berubah kasihnya. Tapi tidak demikian dengan Tuhan kita. Kekuatan Kasih Allah sanggup membuat kita kembali padaNya, walau sejauh apapun kita sudah menyimpang. Dia mencari kita dan menginginkan kita ada lekat denganNya.

Sobat muda, ketika semua orang berubah kasihnya, tetaplah bersyukur karena masih ada Tuhan yang tidak pernah berubah kasihNya.