Matius 10:16
(16)Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba
ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular
dan tulus seperti merpati.
Domba di tengah Serigala
Orang
Kristen dan penderitaan adalah suatu hal yang sangat dekat. Karena
memang ketika kita memiliki iman percaya kita, maka resiko terbesar
dari hidup keseharian kita adalah penderitaan. Kenapa? Karena kita
hidup di dunia yang berdosa, dan ada ditengah orang berdosa. Tapi kita
adalah orang yang sudah di tebus dan sedang berjuang untuk tidak berdosa
lagi. Dengan demikian, kalau kita sungguh-sungguh orang Kristen,
kemungkinan besar, bahkan bisa dipastikan, kita akan bertemu dengan
benturan antara prinsip dan nilai kekristenan kita dan nilai dunia ini.
Kalau tidak, kemungkinan besar, kita sudah banyak kompromi dan
melepaskan banyak hal, sehingga semua berjalan dengan nyaman. Bahkan 2
Timotius 3;12 mengatakan: Memang setiap orang yang mau hidup beribadah
di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.
Ini sudah menjadi
rumusan bahwa orang yang mengikut Kristus sungguh-sungguh akan mengalami
penderitaan. Penderitaan ini bukan hanya cerita kaum misionari yang ada
di pedalaman atau di daerah – daerah yang sulit untuk injil masuk.
Penderitaan ini bukan sekedar cerita kaum martir yang telah mati dihukum
karena iman mereka. Tapi ini juga cerita milik orang biasa seperti
kita. Seorang karyawan yang tidak pernah mendapatkan promosi dalam
karirnya hanya karena dia orang Kristen. Atau seorang anak muda yang
tetap mempertahankan hidupnya bersih walaupun orang di sekelilingnya
hidup rusak. Melihat dosa ada di depan mata kita saja, seharusnya
membuat hati kita tidak anak dan merasa sesak karena orang jahat ada
disekitar kita.
Dalam keadaan yang sulit inilah di tengah dunia
yang seringkali bertentangan dengan kebenaran-kebanaran yang kita
miliki, Tuhan Yesus mengatakan, ”sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti
ular dan tulus seperti merpati”. Mungkin pada umumnya kita berpikir
bahwa ular itu konotasinya licik dan cenderung nipu. Itu pemahaman kita
tentang ular. Tapi orang dijaman itu tahu, bahwa ular tidak identik
dengan itu. Ada pemahaman ilmu orang mesir yang melihat ular sebagai
binatang pandai, bijak, dan punya banyak skill untuk melindungi dirinya
dan sanggup masuk ke tempat-tempat sulit. Dalam terjemahan lain,
dikatakan “ be wise as serpent, harmless as dove” .Kata yang lebih tepat
adalah “bijak”. Inilah sikap orang Kristen seharusnya dalam menjalani
hidup ditengah-tengah srigala. Menyatakan kebenaran, ditengah dunia yang
bengkok ini dengan bijak dan tulus.
Orang yang bijak adalah
orang yang tahu tempat dan waktu dalam menyatakan kebenaran. Bijak itu
berkaitan dengan kemampuan kita mengerti kehendak Allah. Bijak itu tidak
semata suatu intelegensi yang tinggi, atau suatu kemampuan berpikir
tingkat tinggi, tapi daya tangkap kita akan kehendak Allah, sehingga
kita tahu kapan kita bicara, kapan kita diam, kapan kita menetap, dan
kapan kita harus pergi. Orang yang bijak akan mengkomunikasikan segala
sesuatu dengan ketulusan dan kejujuran, bahkan menyatakan kebenaran
dengan tulus tanpa ada agenda pribadi.
Bukan hanya bijak, tapi
juga “harmless”, dalam arti tidak berbahaya, tidak mengancam, tidak ada
kekerasan, bahkan cenderung tidak berdaya. Memang ini menjadi ciri
khas anak-anak Tuhan: tidak melawan. Aneh bukan? Tapi memang “tidak
melawan” itu lebih mengundang pesona, ketimbang “menyerang balik”. Bila
kita disakiti orang, kita kecenderungan balik membalas bukan? Sikap
tidak sepertinya memang kelihatan bodoh, tapi sebenarnya orang yang
menanggung dan diam itu adalah orang yang kuat. Dengan itulah dia akan
tetap terus menyatakan kebenaran.
Kita diutus ke tengah srigala,
itu memang bukan pengalaman enak. Fakta bahwa kita adalah domba-domba,
menunjukkan bahwa ada Gembala kita yang tidak pernah meninggalkan kita.
Walaupun kita ada ditengah srigala, kita tidak takut, karena gembala
kita, menyertai kita dan tidak akan membiarkan kita sendirian. Tapi
memberikan kita kemampuan, dan mencukupi kita. Jangan pernah tawar hati
bila anda sekarang sedang mengalami tekanan. Anda ingin menjadi orang
benar dan orang baik, tapi hidup ini terlalu sulit dan keras, percayalah
Gembala tidak pernah meniggalkan kita.
January 15, 2013
January 1, 2013
Renungan: Nyatakan dengan Kasih
1 Korintus 8: 1-3
(1) Tentang daging persembahan berhala kita tahu: "kita semua mempunyai pengetahuan." Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun.
(2) Jika ada seorang menyangka, bahwa ia mempunyai sesuatu "pengetahuan", maka ia belum juga mencapai pengetahuan, sebagaimana yang harus dicapainya.
(3) Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah.
Nyatakan dengan Kasih
Orang Indonesia hidup dengan berbagai tradisi dan kepercayaan. Bahkan sebagai orang Kristen sendiri kita masih banyak terikat dengan hal-hal tersebut. Tradisi dan budaya mengikuti kita terus karena kita dalam banyak hal terikat dengan keluarga sebagai sentral keberadaan kita. Karena adat dan tradisi itu, orang Kristen seringkali diperhadapkan dengan pertanyaan “boleh atau tidak boleh”. Bolehkah membawa persembahan untuk leluhur? Bolehkah berziarah dan berdoa di depan orang yang sudah mati? Bolehkah ikut serta dalam upacara-upacara yang melibatkan kepercayaan kepada roh orang mati? Seringkali pertanyaan-pertanyaan ini sulit dijawab, karena melibatkan hubungan dengan keluarga dan juga tugas dan tanggung jawab yang terurai didalamnya. Bila tidak mengikuti upacara tertentu maka keluarga akan menganggap kita tidak mengasihi dan menghormati orang tua.
Kebanyakan orang menginginkan suatu format baku yang dapat diterapkan dalam setiap konteks dan masalah, sehingga tidak perlu pusing lagi memikirkan atau menganalisa untuk menjawab suatu perbuatan boleh atau tidak boleh. Tapi pada kenyataannya memang tidak bisa demikian. Kehidupan keseharian kita dalam menanggapi budaya memang suatu perjuangan yang menuntut kesadaran tinggi, upaya sungguh-sunguh dalam memberikan yang terbaik bagi hormat dan kemuliaan Tuhan.
Ada beberapa sikap yang harus terus kita pertahankan dalam menanggapi budaya di tengah dunia kita yang berdosa ini: Pertama, seseorang memang harus memiliki pemahaman yang benar akan kebenaran Firman Tuhan, supaya terbebas hati nuraninya dari ikatan apapun. Kebenaran Firman Tuhan akan meyakinkan kita bahwa tidak ada yang dapat memisahkan kita dari Kasih Allah yang sudah dianugerahkan pada kita. Sehingga didalam kasus orang Korintus , Paulus mengatakan: “makanan tidak membuat kita lebih dekat dengan Allah. Kita tidak rugi apa-apa kalau tidak memakannya, kita tidak untung apa-apa kalau kita memakannya”. Jadi dalam hal makan makanan penyembahan berhala ini, daging-daging itu tidak bisa berbuat apa-apa terhadap keselamatan jiwa kita. Allah sudah menganugerahkan keselamatan yang kekal, kasih-Nya diberikan di dalam iman percaya kita kepada Yesus. Sehingga makan daging seperti itupun tidak akan membuat kita kehilangan keselamatan. Karena yang membuat kita selamat, bukanlah makanan itu,tapi iman kepada Kristus.
Tapi tidak cukup seseorang hanya mengerti dan punya pengetahuan bahwa Kristus adalah Juru selamat satu-satunya, bahwa kita sudah diselamatkan oleh darah-Nya yang mahal, lalu kita hidup untuk diri kita menikmati keselamatan itu. Paulus menegaskan memiliki pengatahuan dengan seperti itu membuat orang jadi sombong. Orang percaya memang sudah bebas dari ikatan apa saja. Tapi kebebasan ini tidak serta merta kita gunakan hanya untuk diri kita sendiri. Kebebasan itu adalah anugerah, bukan untuk dipakai seenaknya, tapi justru membuat orang Kristen lebih sungguh-sungguh. Ini prinsip yang kedua, bukan hanya memiliki pemahaman, tapi juga kasih. Setiap kita harus berpikir bahwa “apa yang saya lakukan bukan hanya untuk diri saya sendiri, tapi ada orang-orang disekitar saya yang melihat saya, dan kalau saya sembarangan berbicara, maka saya bisa menjadi batu sandungan buat mereka”. Bila kita, karena karena kita berpikir sudah terbebas dari ikatan apapun, kita ikut memberikan persembahan kepada leluhur, kita harus sadar bahwa tindakan itu akan membuat orang yang yang masih baru iman Kristen nya menjadi lemah.
Cara hidup orang Kristen memang cara hidup yang memikirkan orang lain. Dengan demikian juga ketika seseorang menolak untuk memberi hormat didepan kuburan leluhurnya dengan keyakinan bahwa tindakan itu akan membelokkan penyembahannya kepada Allah, maka diapun harus menyampaikannya kepada keluarganya dengan kasih, dan tidak menjadi batu sandungan. Keributan antar anggota keluarga karena ada yang mempertahankan kebenaran dengan sombong dan merendahkan orang lain membawa dampak yang jauh lebih buruk lagi. Bila kita punya pengetahuan, ingatlah tidak semua orang punya pengetahuan seperti itu. Ada orang yang memang sudah mengaku percaya, tapi dalam beberapa hal masih terikat dengan adat istiadat yang sebenarnya bertentangan dengan keyakinan iman, tapi juga belum sanggup untuk berdiri tegak.
(1) Tentang daging persembahan berhala kita tahu: "kita semua mempunyai pengetahuan." Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun.
(2) Jika ada seorang menyangka, bahwa ia mempunyai sesuatu "pengetahuan", maka ia belum juga mencapai pengetahuan, sebagaimana yang harus dicapainya.
(3) Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah.
Nyatakan dengan Kasih
Orang Indonesia hidup dengan berbagai tradisi dan kepercayaan. Bahkan sebagai orang Kristen sendiri kita masih banyak terikat dengan hal-hal tersebut. Tradisi dan budaya mengikuti kita terus karena kita dalam banyak hal terikat dengan keluarga sebagai sentral keberadaan kita. Karena adat dan tradisi itu, orang Kristen seringkali diperhadapkan dengan pertanyaan “boleh atau tidak boleh”. Bolehkah membawa persembahan untuk leluhur? Bolehkah berziarah dan berdoa di depan orang yang sudah mati? Bolehkah ikut serta dalam upacara-upacara yang melibatkan kepercayaan kepada roh orang mati? Seringkali pertanyaan-pertanyaan ini sulit dijawab, karena melibatkan hubungan dengan keluarga dan juga tugas dan tanggung jawab yang terurai didalamnya. Bila tidak mengikuti upacara tertentu maka keluarga akan menganggap kita tidak mengasihi dan menghormati orang tua.
Kebanyakan orang menginginkan suatu format baku yang dapat diterapkan dalam setiap konteks dan masalah, sehingga tidak perlu pusing lagi memikirkan atau menganalisa untuk menjawab suatu perbuatan boleh atau tidak boleh. Tapi pada kenyataannya memang tidak bisa demikian. Kehidupan keseharian kita dalam menanggapi budaya memang suatu perjuangan yang menuntut kesadaran tinggi, upaya sungguh-sunguh dalam memberikan yang terbaik bagi hormat dan kemuliaan Tuhan.
Ada beberapa sikap yang harus terus kita pertahankan dalam menanggapi budaya di tengah dunia kita yang berdosa ini: Pertama, seseorang memang harus memiliki pemahaman yang benar akan kebenaran Firman Tuhan, supaya terbebas hati nuraninya dari ikatan apapun. Kebenaran Firman Tuhan akan meyakinkan kita bahwa tidak ada yang dapat memisahkan kita dari Kasih Allah yang sudah dianugerahkan pada kita. Sehingga didalam kasus orang Korintus , Paulus mengatakan: “makanan tidak membuat kita lebih dekat dengan Allah. Kita tidak rugi apa-apa kalau tidak memakannya, kita tidak untung apa-apa kalau kita memakannya”. Jadi dalam hal makan makanan penyembahan berhala ini, daging-daging itu tidak bisa berbuat apa-apa terhadap keselamatan jiwa kita. Allah sudah menganugerahkan keselamatan yang kekal, kasih-Nya diberikan di dalam iman percaya kita kepada Yesus. Sehingga makan daging seperti itupun tidak akan membuat kita kehilangan keselamatan. Karena yang membuat kita selamat, bukanlah makanan itu,tapi iman kepada Kristus.
Tapi tidak cukup seseorang hanya mengerti dan punya pengetahuan bahwa Kristus adalah Juru selamat satu-satunya, bahwa kita sudah diselamatkan oleh darah-Nya yang mahal, lalu kita hidup untuk diri kita menikmati keselamatan itu. Paulus menegaskan memiliki pengatahuan dengan seperti itu membuat orang jadi sombong. Orang percaya memang sudah bebas dari ikatan apa saja. Tapi kebebasan ini tidak serta merta kita gunakan hanya untuk diri kita sendiri. Kebebasan itu adalah anugerah, bukan untuk dipakai seenaknya, tapi justru membuat orang Kristen lebih sungguh-sungguh. Ini prinsip yang kedua, bukan hanya memiliki pemahaman, tapi juga kasih. Setiap kita harus berpikir bahwa “apa yang saya lakukan bukan hanya untuk diri saya sendiri, tapi ada orang-orang disekitar saya yang melihat saya, dan kalau saya sembarangan berbicara, maka saya bisa menjadi batu sandungan buat mereka”. Bila kita, karena karena kita berpikir sudah terbebas dari ikatan apapun, kita ikut memberikan persembahan kepada leluhur, kita harus sadar bahwa tindakan itu akan membuat orang yang yang masih baru iman Kristen nya menjadi lemah.
Cara hidup orang Kristen memang cara hidup yang memikirkan orang lain. Dengan demikian juga ketika seseorang menolak untuk memberi hormat didepan kuburan leluhurnya dengan keyakinan bahwa tindakan itu akan membelokkan penyembahannya kepada Allah, maka diapun harus menyampaikannya kepada keluarganya dengan kasih, dan tidak menjadi batu sandungan. Keributan antar anggota keluarga karena ada yang mempertahankan kebenaran dengan sombong dan merendahkan orang lain membawa dampak yang jauh lebih buruk lagi. Bila kita punya pengetahuan, ingatlah tidak semua orang punya pengetahuan seperti itu. Ada orang yang memang sudah mengaku percaya, tapi dalam beberapa hal masih terikat dengan adat istiadat yang sebenarnya bertentangan dengan keyakinan iman, tapi juga belum sanggup untuk berdiri tegak.
Teman, mari belajar menyampaikan pengetahuan kita dengan kasih, supaya jangan jadi batu sandungan, tapi justru pendorong supaya orang lain bertumbuh.
Subscribe to:
Posts (Atom)