October 1, 2009

Renungan: Hal Menghakimi

Matius 7 : 1 - 5

7:1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.

7:2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.

7:3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?

7:4 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu.

7:5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."


Hal Menghakimi

Makna “menghakimi” dalam bacaan kita ini bukan berarti orang Kirsten tidak boleh jadi hakim, atau memberikan penilaian terhadap orang lain. Yang dimaksud “menghakimi” disini menunjuk kepada ‘”kebiasaan” seseorang yang selalu berpikiran negative tentang orang lain dan mudah sekali mengatakan kesalahan orang lain. Orang yang punya kebiasaan ini adalah orang yang senang sekali memperlihatkan dan membesar-besarkan kesalahan orang lain, bahkan kesalahan kecil lalu dibesar-besarkan menjadi sesuatu yang dianggap luar biasa. Pada dasarnya kita memang lebih mudah mencari kesalahan orang lain dari pada kesalahan sendiri bukan? Ini adalah kebiasaan buruk yang harus kita tinggalkan.

Ada 2 alasan menurut Tuhan mengapa kita jangan menghakimi: Yang pertama, logikanya kalau kita sering menghakimi orang, maka ukuran yang sering kita pakai itu akan diberlakukan kepada kita. Ini berarti seperti pola ‘pembalasan’, bahwa orang yang kita ‘hakimi’ itu akan membalas dengan kriteria yang kita pakai juga. Berarti kebiasaan menyalahkan orang ini hanya menimbulkan kebiasaan buruk dalam sebuah kelompok. Atau dengan kata lain akan menciptakan komunitas yang tidak sehat karena terdiri dari orang-orang yang saling ‘membalas’ menyalahkan orang lain.

Yang kedua, yang lebih khusus dan penting, diungkapkan Tuhan dengan mengatakan”Mengapakah engkau melihat selumbar dimata saudaramu, sedangkan balok dimatamu tidak engkau ketahui? Selumbar berarti titik noda, kalau bisa masuk di mata berarti cukup kecil, sedangkan balok berarti besar. Ini perbandingan yang sangat besar sekali antara debu dan balok. Kiasan ini berarti: titik noda terlihat didalam hidup orang tapi balok yang besar dalam hidup kita tidak kelihatan. Apakah artinya?
Orang sering melihat kesalahan orang lain, yang kecil-kecil, lalu dibesar-besarkan, sedangkan dirinya sendiri tidak disadari kesalahannya. Kita sering melihat debu dalam diri orang lain, tapi sebenarnya Tuhan lihat balok dimata kita. Balok itu harus diangkat dulu, kalau tidak bagaimana bisa melihat debu di mata orang lain?? Kita sering membesar-besarkan kesalahan orang lain seakan-akan kesalahan itu seperti balok besarnya. Padahal sebenarnya yang kita lihat itu balok kita sendiri.

Sebenarnya kita tidak cukup ‘competent’ untuk menyatakan kesalahan orang lain. Karena sebenarnya kita hanya sanggup menemukan titik kecil dalam kesalahan orang lain. Tapi tidak berarti kita hanya diam saja melihat dosa. Dosa akan selalu ada, dan dosa tidak boleh didiamkan. Kesalah sahabat kita tidak boleh kita biarkan. Tapi memang ada cara dan mekanisme yang benar untuk menyatakan penilaian kita pada orang lain! Dan itulah yang Tuhan Yesus katakan pada kita hari ini prinsip yang penting: “Keluarkanlah dulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar dari mata saudaramu” Jadi mekanisme yang benar untuk menyatakan kesalahan orang lain adalah, haruslah lebih dulu kita memeriksa diri kita sendiri di hadapan Tuhan; mengeluarkan balok dari mata kita sendiri. Saya sebut ini mekanisme koreksi diri yaitu membiarkan Tuhan mengkoreksi kita dan mengaku dosa kita dihadapan Tuhan. Dengan kerendahan hati seperti itulah maka kita baru bisa dengan tulus menyatakan kesalahan orang lain bagi kebaikan orang tersebut.

Teman, hati-hati kalau melihat kesalahan orang lain, jangan-jangan yang engkau lihat sebenarnya balok dimatamu.