May 24, 2011

Renungan: Mengampuni Meski Tidak Akan Pernah Lupa

Kejadian 50:15-21

(15) Ketika saudara-saudara Yusuf melihat, bahwa ayah mereka telah mati, berkatalah mereka: "Boleh jadi Yusuf akan mendendam kita dan membalaskan sepenuhnya kepada kita segala kejahatan yang telah kita lakukan kepadanya."

(16) Sebab itu mereka menyuruh menyampaikan pesan ini kepada Yusuf: "Sebelum ayahmu mati, ia telah berpesan:

(17) Beginilah harus kamu katakan kepada Yusuf: Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu." Lalu menangislah Yusuf, ketika orang berkata demikian kepadanya.

(18) Juga saudara-saudaranya datang sendiri dan sujud di depannya serta berkata: "Kami datang untuk menjadi budakmu."

(19) Tetapi Yusuf berkata kepada mereka: "Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah?

(20) Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.

(21) Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya.


Mengampuni Meski Tidak Akan Pernah Lupa

Kita hidup di tengah dunia yang susah mengampuni. Pengampunan itu sesuatu yang sulit diberikan. Kitapun hidup dalam masyarakat yang mendorong kita untuk membalas setimpal dengan apa yang orang lain perbuat kepada kita. Kita melihat di TV orang saling tuntut, saling somasi hanya karena kata-kata yang diucapkan, entah merusak dan mencemari nama baik. Pola pikir pembalasan setimpal ala Rambo, itu sebenarnya berakar kuat di tengah masyarakat kita. Tidak lepas dari apa latar belakang ekonominya, mau kaya atau miskin, pembalasan seperti suatu nafsu yang harus terpuaskan.

Padahal kekristenan mengajarkan kita sangat jelas tentang pengampunan. Kita diminta untuk selalu mengampuni. Bahkan contoh terbesar diberikan oleh Allah sendiri yang memberikan pengampunan dosa kepada kita lewat anakNya yang tunggal. Jadi sebenarnya kegagalan kita dalam mengampuni adalah suatu ketidaktaatan dan bertolak belakang dengan iman percaya kita kepada Allah yang mengampuni. Tapi entah kenapa tetap saja kita sulit untuk mengampuni.

Hal tentang pengampunan inilah yang kita lihat dalam sikap Yusuf di pasal yang terakhir kitab kejadian. Ketika Yakub meninggal, saudara-saudara Yusuf ketakutan, dan berpikir bahwa Yusuf akan berubah, dan berbalik membalas dendam. Mereka tahu kejahatan mereka itu terlalu besar dan tidak layak untuk diampuni sehingga wajar juga kalau Yusuf jadi berbalik untuk membalas dendam kepada saudaranya. Tapi Yusuf Menunjukkan pengampunan yang sejati. Mari kita belajar, apakah yang membuat Yusuf tetap konsisten, dan memberikan pengampunan yang sesungguhnya.

Pertama, Yusuf mengatakan: ”Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah?”. Disini Yusuf menempatkankan dirinya bukan pada posisi yang seakan berhak memperlakukan atau berkuasa atas saudara-saudaranya. Manusia memang seringkali bertindak seakan dia ”Tuhan” atau ”playing God”. Apalagi kalau mereka ada dalam posisi dimana banyak orang bergantung kepadanya. Mengerikan sekali kalau seseorang bertindak ”playing God” sehingga dia menuntut orang lain punya ketaatan total seakan dia adalah Allah. Tapi Yusuf tidak demikian. Dia menempatkan dirinya sebagai saudara atas kakak-kakaknya, walaupun sebenarnya dia berhak menjadi Tuan atas saudara-saudaranya itu.

Kedua, Yusuf melihat dan mengingat dengan jelas apa yang terjadi di dalam hidupnya. Orang sering mengatakan bahwa mengampuni berarti melupakan. Tapi disini kita melihat Yusuf mengatakan, ”memang kalian telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku....” Yusuf tahu persis dan ingat betul, akan kejahatan mereka. Pada umumnya orang tidak akan lupa peristiwa yang pahit dan menyakitkan karena kita punya memori. Masalahnya adalah, apa yang dapat kita lakukan dengan memori itu. Kalau anda pernah mengalami hal yang menyakitkan, entah perkataan orang atau perbuatan orang, setiap kali anda ingat, anda merasa sakit bukan? Anda bahkan ingat betul rasanya waktu itu, dan masih terasa juga sekarang. Setiap mengingatnya, seperti ada aliran listrik yang menyengat anda.

Yusuf tidak demikian, karena Yusuf melihat peristiwa-peristiwa hidupnya yang penuh dengan kejahatan saudara-saudaranya itu dengan cara yang berbeda. Peristiwa itu bukanlah sekedar peristiwa menyakitkan, tapi bagian dari rancangan Tuhan. Ketika dia melihat Tuhan di dalam memori tersebut dia mengatakan,” Tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi saat ini, memelihara hidup suatu bangsa yang besar”

Sobat muda, dua hal yang dibutuhkan dalam mengampuni: anda harus menempatkan diri sebagai sama-sama orang berdosa. Tidak mungkin anda lebih baik dari segal-galanya, anda juga perlu pemulihan dan pengampunan Tuhan; jangan pernah bertindak seakan kita ini ”Tuhan”. Yang kedua: jangan biarkan rasa sakit dan kecewa dalam peristiwa itu mengusai, lihatlah pekerjaan Tuhan dalam hidup anda. Ketika kita melihat Tuhan ada dalam peristiwa-peristiwa yang kita ingat itu, maka rasa sakit itu hilang, yang ada adalah rasa syukur, bisa melewatinya. Mari belajar mengampuni walaupun kita tetap ingat.