March 15, 2011

Renungan: Don’t Quit, Take a Rest!

1 Raja-raja 19:1-8

(1) Ketika Ahab memberitahukan kepada Izebel segala yang dilakukan Elia dan perihal Elia membunuh semua nabi itu dengan pedang,

(2) maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: "Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu."

(3) Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana.

(4) Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: "Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku."

(5) Sesudah itu ia berbaring dan tidur di bawah pohon arar itu. Tetapi tiba-tiba seorang malaikat menyentuh dia serta berkata kepadanya: "Bangunlah, makanlah!"

(6) Ketika ia melihat sekitarnya, maka pada sebelah kepalanya ada roti bakar, dan sebuah kendi berisi air. Lalu ia makan dan minum, kemudian berbaring pula.

(7) Tetapi malaikat TUHAN datang untuk kedua kalinya dan menyentuh dia serta berkata: "Bangunlah, makanlah! Sebab kalau tidak, perjalananmu nanti terlalu jauh bagimu."

(8) Maka bangunlah ia, lalu makan dan minum, dan oleh kekuatan makanan itu ia berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya sampai ke gunung Allah, yakni gunung Horeb.


Don’t Quit, Take a Rest!

Fisik kita tidak dicipta tanpa batas, tapi ada batas ambang yang kalau masuk didalamnya kita akan merasa lelah. Badan kita bisa sakit,dan kita merasa lelah dengan pekerjaan yang berat atau masalah yang berat. Pekerjaan sehari-hari kita tanpa kita sadari menyerap banyak persediaan tenaga dalam diri kita, yang seringkali menimbulkan kelelahan baik secara fisik maupun secara mental. Bahkan aktivitas pelayanan kita baik di gereja maupun dimana saja seringkali juga menimbulkan kelelahan yang bukan hanya fisik, tapi juga mental.

Elia sedang mengalami kelelahan yang sangat dalam. Pikiranya tidak berjalan secara benar. Bayangkan saja, Elia adalah seorang pahlawan yang gagah berani ini baru saja memenangkan pertandingan hebat dan menyembelih nabi-nabi Baal sebagai tanda kemenangannya. Lalu ketika muncul tekanan dari seorang perempuan yang berkata, “besok pada jam yang sama aku akan membunuh kamu”, Elia menjadi sangat takut dan tertekan. Elia tidak siap dengan “serangan balik” yang tiba-tiba datang padanya ditengah-tengah puncak kemenangannya melawan nabi-nabi Baal. Ini memang masa-masa yang rawan, yaitu ketika ada di puncak sebuah kesuksesan dimana keberhasilan sudah ditangan, tapi pada saat yang sama kelelahan juga mencapai puncaknya.

Elia tidak siap karena dia sendiri memang secara fisik dan mental sedang mengalami kelelahan. Dia merasa kemenangan yang hebat saja tidak menyurutkan niat Ahab dan Izebel untuk tidak membunuh dia, bahkan membuat Izebel menjadi lebih berani. Kalau sudah begini, seringkali orang menjadi tidak realistis dengan dirinya sendiri, sehingga melihat diri lemah, tidak berdaya, tidak berguna, dan hanya korban belaka. Demikian juga Elia mengatakan, “cukuplah…aku tidak lebih baik daripada leluhurku”. Inilah gambar diri Elia yang mengasihani dirinya sendiri.

Ditengah rasa lelah fisik dan mental yang dialami Elia, Allah menemui hamba-Nya ini. Tak ada teguran, tak ada menyalahkan, ataupun nasihat. Allah hanya menyuruh Elia makan! Lalu Allah memberikan roti bakar dan air segar. Perhatikan betapa indah yang Allah lakukan bagi hamba-Nya ini, Allah pencipta langit dan bumi seakan sedang membujuk, menghibur bahkan memanjakan Elia. Ini memang tahapan yang sangat awal, sebelum kemudian Allah mengajak Elia masuk dalam pembaharuan berikutnya. Tapi kita melihat dalam tahap ini Allah ingin Elia pulih dulu secara fisik supaya dia dapat berpikir lebih jernih untuk menerima pemulihan berikutnya.

Sobat muda, ketika kita merasa lelah dan mental kita pun menjadi lemah, maka mudah buat kita berpikir salah tentang diri kita sendiri bahkan tentang Allah. Ini seringkali membuat banyak orang mengambil keputusan-keputusan yang salah dalam hidupnya ataupun berespons tidak tepat terhadap sekelilingnya. Misalnya kemarahan yang tiba-tiba meledak, menganggap diri tidak berguna, merasa ditinggalkan dan bahkan menyerah. Dalam keadaan lelah, kita perlu istirahat. Bahkan pulihkan kelelahan anda itu dengan mengambil waktu melakukan hal-hal yang menyenangkan. Orang Kristen sering merasa bersalah kalau beristirahat, padahal istirahat adalah karunia dan pengkhotbah pun mengatakan bahwa rasa senang adalah karunia Allah (3:13).

Sobat muda, kalau hari ini anda merasa lelah dan rasanya berat sekali melakukan apa saja dalam kelelahan itu, beristirahatlah dan menikmati Allah yang selalu memelihara kita. Dengan itu juga kita bisa menikmati hidup yang Allah berikan bagimu. Pekerjaan bisa menunggu, orang bisa menunggu, bila diperlukan hari ini engkau beristirahat, istirahatlah!

March 14, 2011

Renungan: Memang Hitam Aku Tetapi Cantik!

Kidung Agung 1:1-8

(1) Kidung agung dari Salomo.

(2) --Kiranya ia mencium aku dengan kecupan! Karena cintamu lebih nikmat dari pada anggur,

(3) harum bau minyakmu, bagaikan minyak yang tercurah namamu, oleh sebab itu gadis-gadis cinta kepadamu!

(4) Tariklah aku di belakangmu, marilah kita cepat-cepat pergi! Sang raja telah membawa aku ke dalam maligai-maligainya. Kami akan bersorak-sorai dan bergembira karena engkau, kami akan memuji cintamu lebih dari pada anggur! Layaklah mereka cinta kepadamu!

(5) Memang hitam aku, tetapi cantik, hai puteri-puteri Yerusalem, seperti kemah orang Kedar, seperti tirai-tirai orang Salma.

(6) Janganlah kamu perhatikan bahwa aku hitam, karena terik matahari membakar aku. Putera-putera ibuku marah kepadaku, aku dijadikan mereka penjaga kebun-kebun anggur; kebun anggurku sendiri tak kujaga.

(7) Ceriterakanlah kepadaku, jantung hatiku, di mana kakanda menggembalakan domba, di mana kakanda membiarkan domba-domba berbaring pada petang hari. Karena mengapa aku akan jadi serupa pengembara dekat kawanan-kawanan domba teman-temanmu?

(8) --Jika engkau tak tahu, hai jelita di antara wanita, ikutilah jejak-jejak domba, dan gembalakanlah anak-anak kambingmu dekat perkemahan para gembala.


Sahabatku, banyak orang gelisah kalau pada usia tertentu dia belum memiliki pacar. Lalu hidupnya akan menjadi semakin muram ketika dia melihat kawan-kawan disekelilingnya sudah punya pacar sedangkan dia sendiri belum. Memasuki relasi intim sebagai “pacar” memang pengalaman yang ditunggu-tunggu oleh orang muda. Ketika seseorang menyatakan cinta padamu, langit-langit seakan terbuka dan kembang api bertaburan indah di atasnya. Bahkan seringkali pengalaman itu begitu dasyatnya sehingga mempengaruhi bagaimana cara-mu memandang kepada dirimu sendiri. Sehingga pemuda pemudi yang belum memiliki pacar seringkai merasa diri mereka kurang berharga karena seakan tidak ada yang ‘menginginkan’nya untuk menjadi teman dekat atau ‘pacar’.

Hati-hati dengan konsep diri yang salah. Banyak orang berpacaran menjadi salah memperlakukan dirinya atau pacarnya karena memiliki konsep diri yang salah juga. Ketika seorang perempuan mengatakan “ I always feel not good enough for him”, maka ia akan berusaha memberikan apa saja bahkan seluruh tubuhnya. Kebanyakan pasangan jatuh ke dalam seks pra-nikah, karena mereka sendiri tidak punya pemahaman yang benar tentang keberhargaan diri. Jangan pernah mencari pacar, hanya supaya engkau merasa berharga, justru sebaliknya engkau harus mengerti betul betapa berharganya dirimu sehingga kamu tau bagaimana memperlakujkan dirimu dalam berpacaran.

Kidung Agung yang kita baca hari ini memperlihatkan seseorang yang siap dalam memasuki relasi intim dengan pasangannya. Dia tahu betul siapa dirinya dalam kelebihan dan kekurangannya. Perempuan itu mengatakann di ayat 5: “memang hitam aku, tetapi cantik”. Memang ada pemahaman budaya disini tentang kulit yang berwana ‘hitam’ dan nampaknya dia hidup di tengah pemahaman bahwa kulit berwarna hitam adalah kurang elok. Ini mengingatkan kita akan cerita Musa yang diolok-olok oleh orang-orang disekelilingnya karena mengambil istri orang Kurdi yang konon katanya berkulit hitam. Tapi calon mempelai perempuan ini memiliki keyakinan dan penghargaan yang kuat di dalam dirinya. Begitu kuatnya sehingga dia mengatakan, “memang hitam aku, tetapi cantik”. Bisakah sobat muda juga mengatakan hal yang sama tentang dirimu? Misalnya, “memang aku orang sederhana tapi aku murah hati” atau “memang aku gemuk, tapi aku penuh perhatian”, atau “memang aku pendek, tapi aku pemberani”, dan tentu masih banyak lagi.

Sahabat, hati-hati bila kamu sudah melihat bahwa kamu tidak cukup baik, atau merasa pacarmu terlalu hebat, dan popular sedangkan dirimu tidak ada apa-apanya. Karena biasanya kalau sudah demikian, seseorang akan mencari pembuktian dengan melakukan apa saja. Engkau harus bisa mengenal dirimu baik-baik, tahu dimana kelebihan dan kekuranganmu serta memberikan penghargaan yang baik kepada diri sendiri.

Terlebih lagi tentunya engkau harus tahu dan yakin bahwa kasih Tuhan didalam diri kita mendasari seluruh penghargaan terhadap diri sendiri. Punya pacar atau tidak sebenarnya tidak mempengaruhi penghargaan terhadap diri. Karena hanya dengan dikasihi Tuhan lah kita menjadi berharga di dalam diri kita. Justru kalau engkau punya penghargaan diri yang kuat, maka engkau akan menjalani pacaran yang indah!

March 4, 2011

Renungan: Menaruh Minat Pada Pembelajaran Rohani

Lukas 2:41-52

Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah.

Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.

Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya.

Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka.

Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia.

Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka.

Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya.

Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau."

Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?"

Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka.

Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.

Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.


Menaruh Minat Pada Pembelajaran Rohani

Bila kita membaca sekilas cerita ini, maka mungkin di dalam hati kita ada keheranan akan reaksi Tuhan Yesus yang masih remaja itu ketika ibunya yang gelisah dan ketakutan akhirnya menemukan dia sedang duduk-duduk nyaman di Bait Allah. Dengan tenang Tuhan Yesus menjawab, ”mengapa kamu mencari Aku..?”. Sepintas mungkin kita akan berpikir bahwa Tuhan Yesus tidak mengerti kegelisahan orang tuanya yang sudah 3 hari mencari-cari anak hilang, dan tidak menghargai kekuatiran mereka.

Tapi kalau kita memperhatikan lebih cermat dialog ini, sebenarnya Yesus bukan sedang menunjukkan ketidakpedulian-Nya terhadap usaha orang tua-Nya mencari Dia. ”Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”, itulah jawaban Tuhan Yesus terhadap kecemasan orang tua-Nya. Dia sebenarnya mau mengatakan kepada orang tua-Nya bahwa sesungguhnya tidak perlu cemas dan mencari Dia kemana-mana sampai berhari-hari. Sesungguhnya sebagai orang tua, Yusuf dan Maria seharusnya tahu kemana Yesus akan pergi bila terpisah dari orang tua-Nya, yaitu Bait Allah. Bukan saja karena tempat itu adalah tempat dimana Kristus berada dalam ”rumah Bapa-Ku”, tapi sebenarnya juga menunjukkan apa yang menjadi kesukaan Yesus yang muda itu.

Lihatlah Tuhan Yesus menikmati duduk-duduk dengan alim ulama, bercakap-cakap dengan mereka dan mengajukan berbagai pertanyaan. Yesus yang muda menunjukkan minat-Nya kepada perkara-perkara rohani. Di Bait Allah, Tuhan Yesus berdiskusi dengan para teolog, karena Dia berminat besar kepada pembicaraan tentang Bapa-Nya.

Saat ini, semakin sedikit orang muda menaruh minat terhadap kebenaran-kebenaran Firman Tuhan. Mengapa demkian? Karena memang ketertarikan orang muda di jaman ini lebih kepada dirinya sendiri. Jaman ini telah menuntun orang muda untuk meng-ekploitasi dirinya sendiri. Orang muda senang mempertontonkan dirinya sendiri, baik pikiran,perasaan dan penampilannya. Minat yang besar terhadap diri sendiri membuat orang muda hidup dalam hedonisme dan narsisisme. Akhirnya sudah menjadi masalah klasik bahwa kelas-kelas pemahaman Alkitab semakin sepi, kelompok-kelompok kecil tidak lagi bergairah, acara-acara pembinaan di gereja tidak lagi diminati. Padahal ciri khas seorang yang memiliki pertumbuhan rohani adalah minat yang besar juga dalam belajar akan kebenaran Firman Tuhan, senang mendiskusikannya, dan nyaman membicarakannya berlama-lama. Kristus di Bait Allah, menunjukan passion yang besar terhadap Allah, ada kesukaan tersendiri buat Tuhan Yesus untuk berdiskusi tentang Bapa-Nya dengan para alim ulama itu.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga memiliki minat bahkan kerinduan yang besar untuk membicarakan, mendiskusikan dan mempelajari kebenaran Firman Tuhan? Orang yang memiliki kegairahan yang besar kepada Allah adalah orang yang memiliki kerinduan. Rindu itu suatu rasa yang ajaib. Ada hal-hal yang besar yang bisa dilakukan oleh seseorang kalau dia merindukan sesuatu. Jadi rindu itu membuat terjadinya suatu dorongan yang besar di dalam diri kita untuk melakukan sesuatu. Orang Kristen seharusnya punya rindu pada Tuhan, sehingga dia menaruh minat yang besar pada pertumbuhan rohaninya dan pada pengenalan akan Tuhan. Pola inilah yang ditunjukkan oleh Kristus dari cerita yang sederhana tentang diri-Nya yang hilang di Yerusalem.

Didalam diri Kristus yang masih remaja yang punya kerinduan besar inilah, Lukas mencatat, bahwa Yesus bertambah besar, dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.